Rabu, 18 Agustus 2010

Managerialship

http://kibrotoi.blogspot.com/2000/12/artikel-yang-bisa-diunduh.html
Kata Pengantar

Atas permintaan beberapa pihak saya mencoba menguraikan lanjutan trilogi Sikap Kerja yang bisa diunduh dari www.geocities.com/kibroto. Saya beri artikel ini titel Managerialship. Artikel ini secara teratur, kadang sporadis, saya postingkan kemilis-milis anak2 muda. Akibatnya tersendat karena berbagai interupsi. Kini artikel2 yang berserak itu saya kumpulkan dan susun kembali dalam trilogi Managerialship.
Artikel ini adalah tentang gambaran dan pemahaman2 dasar bagi mereka yang meniti karir di Manajemen. Sikap2 dan sikap2 apa saja yang dibutuhkan dalam meniti karir di manajemen, dan perlu. Sudah pasti artikel ini jauh dari memadai karena sifatnya yang postingan santai. Namun demikian saya bisa berharap bahwa pembaca akan mencari sendiri bahan bacaan lain untuk pendalaman.
Selamat mempelajari dan teriring salam sukses.
Salam. S. Brotosumarto

Daftar Isi Sesi I
Kata Pengantar
Pintar vs Bodoh
Kerpastian vs Ketidak Pastian
Bener vs Pener
Pembuat Keputusan
Head or Heart
Resiko
Managerialship [1]
Pintar vs Bodoh

--------------------------------------------------------------------------------

Jika kita ketikkan leadership/enterpreneurship ke google, maka akan muncul artikel2 brol2an. Begitu juga buku2 tentang itu di-toko2 buku. Coba ketikkan managerialship ke gugel, cuma ada sedikit dan tidak memberi gambaran apa itu. Di toko buku, samasekali tidak ada buku tentang managerialship.
Yang kita maksud dengan managerialship adalah sifat2 dan sikap2 yang dibutuhkan bagi mereka yang ingin atau tersesat kejajaran manajemen menengah keatas. Managerialship, misal nya membutuhkan sifat kepemimpinan sehingga kita terpaksa bicara tentang leadership. Jika kita berada pada posisi puncak manajemen, yang bertanggung jawab pada laba, maka kita terkadang harus melakukan fungsi2 enterpreneural. Selain itu, leadership & enterpreneurship akan saya pergunakan sebagai iluminasi agar sosok manajer lebih kentara. Akibatnya, artikel jadi puanjang. Lebih panjang lagi karena tiap kali kita harus mendefinisikan karena tidak semua pembaca punya latar belakang manajemen & psikologi.
Barusan kita mendapat postingan tentang Bodoh & Pintar yang saya lampirankan. Artikel itu bercerita tentang orang pintar yang dipekerjakan sibodoh. Yang dimaksud dengan sipintar adalah manajer, dan sibodoh adalah enterpreneur. Artikel ini menyatakan kebenaran, sekaligus beberapa kekeliruan. Kita mulai sesi ini dengan membedakan enterpreneur vs manajer.

Si Manajer harus orang pintar, ini benar ! Ini syarat kedua yang harus dimiliki manajer selain bisa memimpin. Bukan dalam arti pintar secara akademis tetapi pintar dalam hal melaksanakan tugas2 manajerial semisal menganalisa, merencanakan, menyimpulkan, memba ca situasi. Termasuk pintar berinteraksi, negosiasi, membujuk, memaksa, menekan, berkelit, membual, dll. Sebagian dari ini sudah kita bicarakan dalam postingan yang dulu tentang sikap kerja. Artikel itu adalah sifat2 dasar bagi siapapun yang bekerja. Apakah dimanajemen, sebagai profesional, dll.

Jangan dibalik, yang pintar pasti bisa ke manajemen. Tidak. Ada watak2 & sikap2 lain yang harus dimiliki. Banyak yang pintar tidak sukses dimanajemen. Ada yang kepintarannya tidak sesuai dengan bidang manajemennya. Mereka yang tersesat atau memang niat ke manajemen menengah keatas dituntut memiliki kecepatan belajar yang tinggi. Tiba2 seorang geolog harus bicara tentang perpajakan, misalnya. Ia harus dengan cepat walau hanya grambyangan dan dangkal menangkap istilah2 perpajakan. Atau seorang SH menjadi manajer rumah sakit. Tiba2 ia harus mempelajari berbagai obat, alat2 kedokteran, penyakit2, dll. Dalam waktu yang sesingkat2nya.
Kepandaian lain yang harus dimiliki antara lain putting the right man behind the gun. Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Karena, manajemen esensinya adalah getting things done thru and with others. Melaksanakan pekerjaan melalui dan bersama orang lain.

Sikap ini mencolok pada enterpreneurs sehingga artikel pintar vs bodoh pas untuk menggambarkan sosok enterpreneur. Dalam konotasi buruk, enterpreneur piawai ‘memanfaatkan’ orang. Orang adalah salah satu sumberdaya (suday). Jika kita perluas, Enterpreneur pandai memanfaatkan suday. Kita perluas lagi, menjadi pandai mendayagunakan, menghimpun, menggalang, memanfaatkan, menggunakan (termasuk menyalah gunakan), mengumpulkan, menggerakkan, mengexploitasi, mengorganisir, memanipulasi, mengkonsolodasikan, dll, suday. Ini kedigdayaan Enterpreneur.
Catatan : suday = sumber daya meliputi tetapi tidak terbatas pada sumber daya Modal, Mesin2, Manusia, Metode, Material, dll.

Perbedaannya, Manajer yang mengelola suday yang disediakan. Enterpreneur memulai, Manajer yang menjalankan.
Apa beda Manajer dengan Enterpreneur? Yang dicari ! Yang satu cari laba, satunya cari gaji. Itu beda pertama antara enterpreneur dengan manajer. Perbedaan berikut, Enterpreneur memikul resiko, Manajer tidak.
“ Leaders rule the waves, Enterpreneurs use the waves, Manajers measure the waves “
Ada yang bisa jelaskan ?
Lampiran : Pintar vs Bodoh

UNTUK DIRENUNGKAN
1.Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.
2.Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
3.Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.
4.Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.
5.Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH). Oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.
6.Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tetapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tetapi toh saat itu orang bodoh sudah ada diatas.
7.Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.
8.Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang bekerja. Tetapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar "meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap dberikan pekerjaan.
9.Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.
10.Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan. Bill Gates (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Lim Siu Liong (BCA group) adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya. Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.

PERTANYAAN:
1.Jadi mending jadi orang pinter atau orang bodoh?
2.Pinteran mana antara orang pinter atau orang bodoh?
3.Mulia mana antara orang pinter atau orang bodoh?
4.Susah mana antara orang pinter atau orang bodoh?

Kesimpulan:
1.Jangan lama-lama jadi orang pinter, lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.
2.Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.
3.Kata kunci nya adalah "resiko" dan "berusaha", karena orang bodoh perpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil, selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil.
4.Orang pinter perpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut. Dan mengabdi pada orang bodoh.

Managerialship [2] : Kepastian vs Ketidak pastian

--------------------------------------------------------------------------------

Agar tidak menghabiskan pulsa, seterusnya Leader(ship) saya tulis L, Entrepreneur(ship) E dan Manajer/managerialship dengan M
Kemarin kita telah simpulkan dan kumpulkan sifat2 dasar M :
1. Mampu memimimpin
2. Pintar dalam arti memiliki ability yang dibutuhkan.
Kesamaan M & E : ke-dua2nya dalam posisi memimpin.

Beda M & E
1. E memulai dan mengawali, M meneruskan & menyelesaikan.
2. E memikul resiko, M tidak.
3. E memanfatkan. Mengexploitasi, menggalang, dll suday. M melaksanakan.
4. M mencari gaji, kedudukan, fasilitas, dll. E mencari laba. Umunya E tidak begitu ambil pusing dengan pangkat & kedudukan. Sesuatu yang penting bagi M.

Saya yaqin, kebanyakan dari pembaca memiliki persyaratan kedua : Pintar, walau mungkin tidak mudah. Yang sering gagal adalah dalam hal kepemimpinan. Seorang yang mungkin sukses ketika bekerja sendirian atau dengan sedikit orang, tiba2 kedodoran ketika harus memimpin ratusan orang. Atau, dia menerapkan gaya kepemimpinan yang keliru. Ada organisasi yang harusnya dipimpin dengan cara otoriter, mbalah dipimpin dengan gaya demokratis. Kacau. Kepemimpinan adalah ‘seni’ yang sulit sekali diteorikan. Tidak berarti tidak bisa dipelajari. Bisa. Kita harus nyontek kanan kiri, trial & eror, serta berinteraksi sebanyak mungkin dengan kepemimpinan. Dari pada awur2an, tidak ada salahnya kita mempelajari L. Sementara, kita tangguhkan dulu bab kepemimpinan. Kita masih menginventarisasi sikap2 & sifat2 lain yang diperlukan seorang M.

Untuk lebih memahami peran M, sekaligus E, simaklah kasus sbb.
Gemblong kulak (membeli) kompor2 dari produsen dan untuk menjualnya diemperan Malioboro demi mengejar laba. Gemblong berhasil membujuk produsen untuk membayar belakangan. Ia mendapatkan pinjaman modal dari pakdenya. Ia berhasil pula mendapatkan kapling dari preman Malioboro untuk menjajakan dagangannya. Karena malam hari Gemblong jualan Gudeg, ia merekrut Temu untuk melaksanakan penjualan.
Gemblong sedang melakukan tindakan2 enterpreneural. Ia memanfaatkan pakdenya, ia memanfaatkan produsen, ia nego dengan preman, ia memanfaatkan Temu yang sedang nganggur. Ia menghimpun suday2 dan memulai. Ia menghadapi resiko, ketidak pastian dan ketidak jelasan dengan imbalan laba. Dengan informasi yang se-penggal2, kabur, dan serba meragukan ia melakukan ‘entrepreneural judgment’. Sementara, kita tinggalkan dulu entrepreneural judgment, senjata pamungkas E, agar kita focus ke Managerialship.

Sebaliknya, Temu melakukan tindakan2 manajerial. Ia mendapatkan kepastian. Penghasilanya pasti, tugas2nya pasti, tempat kerja, target, dll serba lebih pasti. Ia melakukan fungsi2 manajemen seperti memastikan kualitas kompor, memastikan terjual sesuai dengan harga & jumlah yang ditetapkan, memastikan pelayanan purna jual. Memastikan administrasi, memastikan tagihan & cicilan utang, pengiriman, dll, dll. Serba memastikan. Dampaknya, adalah keteraturan & kesinambungan.
Pada organisasi2 yang besar & komplex, makin tinggi posisi M, makin besar ketidak pastian yang dihadapi M. Situasinya mendekati E.

Kesimpulan :
E senantiasa berhadapan dengan resiko & ketidak pastian demi laba. M sebaliknya, melakukan tindakan2 memastikan demi kepastian gaji. E merintis, M membuat berjalan berkesinambungan dan teratur.
M diruntut untuk memastikan, teratur dan berkesinambungan. Dan ini melahirkan definisi sederhana manajemen. Manajemen adalah mengelola suday yang disediakan dan dirintis E. Melalui perencanaan, pengendalian, implementasi, dan eksekusi. Makanya ada yang memberi titiel Eksekutip pada jajaran manajemen.
Ini menjelaskan misteri mengapa seseorang yang diatas kertas biasa2 saja bisa merayap ketangga atas M. Karena ia memiliki sifat2 atau menyukai kepastian, keteraturan, dan kesinambungan. Ia bak bebek kecemplung kolam, pas. Dalam konotasi negatip, itu tadi adalah rutinitas yang membosankan. Pengulangan2 yang menjemukan. Monotoni yang njelèhi.

Seseorang bisa saja tersungkur dimanajemen bukan karena ia kurang mampu atau malas tetapi ia tidak tahan dengan monotoni rutinitas. Adrenalinnya padam, kreativitasnya terpasung, motivasinya jadi memble, dll. Akibatnya ia mengerjakan yang bukan2 dan menelantarkan tugas pokoknya. Ujung2nya gajinya macet karena prestasinya buruk. Jangan tergesa2 menyalahkan diri. Tetapi, juga jangan serampangan menggunakan ini sebagai dalih untuk membenarkan kemacetan karirnya. Mawas dirilah dengan saksama. Bagaimana jika seseorang terjebak dalam situasi ini ? Baca lagi artikel trilogi Sikap Kerja. Disitu banyak sekali bertaburan kiat2 menghadapi situasi yang tidak pas.
Sama saja, seseorang yang mendamba kan kepastian, kesinambungan, dan keteraturan akan merasa resah jika bersua dengan ketidak pastian dan gamang jika harus bertatap muka dengan resiko. Fungsi2 E atau manajer puncak bukan untuk jenis ini.
Artikel ini pas untuk pribadi2 yang merasa nyaman dengan kepastian, kesinambungan, dan keteraturan. Mereka potensial merayap kejenjang manajemen. Tetapi ini belum cukup, ada yang lain lagi pada sesi2 yad.

Managerialship [3]
Bener vs Pener

--------------------------------------------------------------------------------

Minggu lalu telah kita bicarakan ketidak pastian yang dihadapi E. Tidak jelas harga pasar, laba berapa, jual dimana, siapa yang beli, dll. Serba grambyangan. Berkebalikan dengan M yang serba memastikan yang nggrambyang2 tadi menjadi terukur, yang berujung pada keteraturan, stabilitas, dan kesinambungan.

Pada saat kita berada dijajaran manajemen papan bawah yang penting adalah do things right, mengerjakan dengan se-baik2nya. Pada saat posisi makin tinggi, kita dituntut untuk do right things, mengerjakan hal yang tepat. Dalam bahasa Jawa yang pertama disebut bener, yang kedua disebut pener. Apa bedanya ? Temu bertugas untuk menjual kompor sesuai target Gemblong. Temu sebagai M harus mengerjakan dengan benar, sesuai prosedur, sesuai jadwal, sesuai harga, dll. Tetapi, apakah menjual kompor disitu sudah tepat ? Bukan jual VCD ? Keputusan menjual apa, menjadi tindakan yang tepat / keliru.
Dijajaran bawah, sikap yang dituntut adalah melaksanakan dengan se-baik2nya. Terkadang karena tugas2 kegampangen kita jadi asal2an, aras2en, asal2an dan sejadinya. Bukan karena tidak mampu, malahan sering karena overqualified. Sebelum kita melakukan tindakan2 yang tepat, yang bermakna strategis, kita dituntut untuk memiliki sikap mengerjakan dengan baik & benar. Kesalahan2 elementer yang banyak dilakukan peniti karir muda adalah menyepelekan, menggampang kan, dan tak sepenuh hati melaksanakan.

Lagi2 ini menjelaskan mengapa kawan2 yang keliatannya biasa2 saja bisa merayap lebih cepet. Karena ia well done, ia tuntas, selalu mengerjakan dengan se-baik2nya. Jika anda mengerjakan asal2an dan beruntung naik ketingkat yang lebih tinggi maka anak2 buah anda akan ikut2an bekerja asal2an, jadinya tidak well done dan akirnya ambyar. Organisasi2 yang sederhana, semacam kantor pos, DHL, Tiki, dan sejenisnya sangat membutuhkan mengerjakan dengan baik & benar. Pada organisasi2 yang komplex dan besar, sifat mengerjakan se-baik2nya lebih dihargai ketika anda berada pada jajaran yang belum tinggi.

Saya pernah mengalami itu, masa cuma disuruh ngitungin pipe fitting yang jumlahnya ribuan. Emangnye gue klerk ? Sambil misóh2 saya kerjakan se-baik2nya. Akibatnya ketika saya punya anak buah, saya punya wibawa karena bisa ‘memaksa’ staf2 saya bekerja dengan se-baik2nya. Akibatnya tugas2 saya, yang notabene kerja staff2, selalu well done. Jika sudah begitu, we can do right things lebih gampang. Jika input sampah, maka outputnyapun. Jika hasil kerja staff asal2an, yang kita hasilkan juga sampah.

Siapapun yang ingin menyesatkan diri kemanajemen lebih atas, sebaiknya ‘berinvestasi’ dengan mengerjakan tugas se-baik2nya, apapun itu. Ketika kita terpelanting keatas, kita tinggal memetik buah masa lalu. Batu sandungan yang sering diderita peniti karir adalah di L. Salah satu sumber kewibawaan untuk memimpin adalah memberi contoh (bagaimana mengerjakan yang se-baik2nya). Jika kerja saja asal2an, bagaimana mau kasi conto ?
Ketika kita sudah merayap keatas, kita berhadapan dengan do right things. Dan anda sulit sampai kesitu jika mengerjakan dengan se-baik2nya saja tidak becus. Jika kita keatas maka faktor kecerdasan, kreativitas, dll, menjadi penting. Atau, jam terbang yang tinggi plus sikap kerja yang positip.

Syahdan, karena Temu bekerja dengan baik & benar serta Gemblong telah melakukan tindakan yang tepat, kompornya laris dan dalam setahun sudah mapan. Temu mulai punya anak buah karena jualannya tambah banyak. Dari one man show, menjadi organisasi sederhana.
Organisasi Gemblong, sudah bukan lagi organisasi entrepreneural. Ini sudah menjadi organisasi managerial. Sebab, entrepreneural by definition hanya sebatas initiating atau merintis. Penggalangan suday yang semula dilakukan E sudah diambil alih M.

Suplemen Managerialship [4]
Lembar ini adalah sisipan seri Managerialship untuk definisi2 tambahan, keterangan2, kelengkapan2, dll yang cukup dibaca sekali lantas di delete.
Sumber daya = suday
Suday atau resources buanyak sekali, tetapi yang terpokok adalah M-lima, yaitu Manpower, Machine, Material, Method, dan Money. Manpower adalah SDM, Machine mulai dari perkakas2 tangan, mesin2, pabrik2, sampai kilang2. Material adalah mulai dari bahan mentah, setengah jadi sampai barang2 siap pakai. Method adalah sistim, mulai dari sistim akuntansi, QA/QC, sistim pemasaran, sop (standard operating procedure), aturan perburuhan, perpajaan expor impor, dll. Termasuk keahlian, kecakapan, kepakaran, dll. Money, mulai uang gajian, modal kerja, kas, utang, piutang, surat2 berharga, lc, dll.
Diluar itu masih banyak, semisal merek, property, good will, sekuritas, koneksi, dll, dll.

Pembatasan
Artikel ini semula untuk manajemen menengah keatas tetapi saya rubah menjadi manajemen menengah kebawah karena mayoritas pembaca pada usia 25-35. Jika bicara eksekutip puncak, jadinya mbalah jauh panggang dari api. Walau bisa diterapkan pada manajemen apapun, artikel ini untuk organisasi komersial. Skala adalah organisasi menengah dan perlu penyesuaian2 untuk organisasi2 besar & komplek.
Ini bermanfaat bagi mereka yang berada dalam jajaran M, Entrepreneur, Copreneur, dan Intrapreneur skala menengah kebawah. Mereka yang memilih Xpreneur bisa menyimak untuk mencari karakter2 M serta kesalahan2 umum yang dilakukan E. Banyak usaha2 yang harusnya organisasi manajerial dijalankan dengan gaya entrepreneural. Ada juga usaha berjalan lumayan bagus tetapi mandeg, jalan ditempat dan kurang berkembang karena miskinnya sifat E.

Pilihan2 Karir
1. Sebagai pakar, ahli, teknisi, profesional, sebangsa dosen, dokter, notaris, pengacara, dll, dilingkungan perusahaan.
2. Sebagai Self-made-man. Bisnis sendiri dengan konsep non manajerial tetapi berbasis skill atau profesional. Sebangsa praktek dokter, pengacara, notaris, bengkel reparasi.
3. Karir Manajemen, dari Manajer Fungsional sampai ke top Eksekutip.
4. Sebagai Xpreneur : pilihan2/kesempatan2 sebagai E, Intrapreneur, Copreneur, dan Investor.
5. Kombinasi2. Self-made plus E atau M. M plus nyambi2. E merangkap sebagai M. Dll.
6. Dll.

Managerialship [4]
Matrix M & E

--------------------------------------------------------------------------------

Organisasi Gemblong, sudah bukan lagi organisasi entrepreneural. Ini sudah menjadi organisasi managerial. Sebab, entrepreneural by definition hanya sebatas initiating atau merintis.
Sesi ini lebih untuk yang condong ke profesi xpreneur atau yang terpaksa kesitu karena tidak mendapatkan pekerjaan formal.
Organisasi2 kecil sampai menengah bisa dikelola menjadi 4 kombinasi matrix M & E
1. Organisasi M dikelola dengan cara M
2. Organisasi E dikelola dengan cara E
3. Organisasi M dikelola dengan cara E
4. Organisasi E dikelola dengan cara M

1. Organisasi M dikelola dengan cara M
Ini cocok untuk birokrasi dan organisasi2 nir laba. Jika organisasi laba, maka yang terjadi adalah kemandegan. Perusahaan ini berjalan ajeg dan stabil tetapi menjadi kerdil. Sulit berkembang. Bisnis2 kecil umumnya seperti ini. Bisnis2 itu bukan lagi usaha wiraswasta karena E bermakna memulai/merintis. Status wiraswasta sebatas pada penghasilan dan kepemilkan yang empunya

2. Organisasi E dikelola dengan cara E
Organisasi ini akan labil karena tidak memiliki sifat M yang stabil. Selalu mencoba bisnis ini, itu, inu, tak kunjung habis2nya. Belum lagi selesai sudah mulai, mulai, dan mulai lagi seterusnya. Ini adalah fenomena2 yang sering dialami E muda atau yang mengawali karirnya. Ia merangkap jabatan tanpa menyadari apakah ia bersifat E atau M. Usahanya gonta ganti. Jikapun berjalan akan tidak stabil. Terkadang bagus terkadang kurang bagus. E punya sifat men-coba2, experimental, dan cepat merespon peluang2 yang diluar bidangnya sehingga mentelantarkan yang ada ditangan. Pada dasarnya E kurang tahan dengan rutinitas yang menjadi kekuatan M.

3. Organisasi M dikelola lengkap dengan E
Organisasi M sudah berjalan dengan mantap, menghasilkan laba dan stabil. Ini muncul dalam wujud divisi Riset & Development (RND) yang mengembangkan produk2 yang ada. Atau punya departemen Business Development. Terkadang dilakukan pemisahan yang tegas antara kepemilikan dengan manajemen. Ini bentuk umum dipakai dan cukup efektip.
Terkadang E memberi kesempatan kepada M untuk melakukan tindakan2 entrepreneural yaitu mengembangkan. Ini yang disebut Intrapreneur atau E dalam perusahaan. Saya mendapatkan kesempatan ini ketika perusahaan yang saya kelola stabil. Saya mengembangkan dari Thermal Insulation Engineering ke Coating tetapi kurang berhasil karena terlantar dengan tugas2 M. Karakter saya lebih kuat sebagai M daripada E. Perusahaan ini sukses mengembangkan dari bisnis inti menjadi punya divisi perdagangan, yaitu stockist bahan2 teknik Thermal Insulation. Sayang, kontribusinya terlalu kecil.

4. Organisasi E dikelola dengan cara M
Ini banyak terjadi pada kasus2 eksekutip yang alih profesi menjadi wiraswasta. Entah karena pensiun, di PHK atau karena kemauannya sendiri. Eksekutip2 yang mungkin sukses dikarirnya banyak yang tidak menyadari bahwa E punya sifat yang bisa bertolak belakang. Setelah bekerja bertahun dengan suday2 yang disediakan perusahaannya eksekutip2 ini kedodoran ketika harus menggalang suday dari nol. Ia yang piawai sebagai M, sulit untuk gesit bekerja grambyangan penuh ketidak pastian. Yang sangat berbeda dengan dunianya dulu, yang serba teratur dan mapan.

Ketika terjadi petaka 98, banyak kawan2 saya yang diPHK dengan pesangon cukup bagus. Mereka coba berwiraswasta tetapi hasilnya bisa ditebak. Ambyar karena miskinnya karakter E. Bagaimana mungkin seorang mantan QC Engineer, atau Geolog yang se-umur2 tak pernah bicara tentang duit tiba2 harus mencari suday ?


Perbedaan E dengan M yang sangat mencolok adalah caranya bereaksi.
Sikap M : Ready – Aim – Fire (Siap – bidik – tembak)
Sikap E terbalik : Ready – Fire – Aim ! (Siap - tembak – bidik)

E sangat responsive dengan ‘peluang’. Dengan gesit ia menyambar peluang. Sesudah itu baru mereka kelabakan manggalang suday untuk menangkap peluang. Menghimpun suday dari nol adalah salah satu kelebihan E. Sedangkan M sebaliknya, mereka harus dibekali suday dulu dan kemudian membidik sasaran, baru menembak.
Ibaratnya E itu tentara. Kalau ketemu orang mencurigakan, langsung ditempilingi baru ditanya kamu maling bukan. Sedangkan M itu polisi, tanya dulu (bidik) baru bertindak (tembak). M lebih sistimatis, analitis, dan terukur. Karena mayoritas dari kita adalah M, E menjadi makluk ‘aneh’.

Suplemen Managerialship [4]
Lembar ini hanya sekedar keterangan2 pelengkap.
Sejauh ini telah kita inventariskan karakter2 yang diperlukan sebagai M
1. Mampu memimimpin
2. Pintar dalam arti memiliki ability yang dibutuhkan.
3. Kepastian (definitness), Keteraturan (order), dan Kesinambungan (continuity)
4. Mengerjakan dengan baik dan benar (do things right) sesuai target atau ketentuan.
Daftar itu masih panjang. Satu persatu kita bahas.

Definisi2
Definisi2 LME banyak, mulai dari yang sederhana sampai ke yang high profile. Leadership secara sederhana bisa didefinisikan sebagai ada pengikutnya. Jika begitu, sopirpun bisa disebut pemimpin karena punya anak buah satu, si kenek. Tentu kadar kepemimpinannya tidak sama dengan Hitler, misalnya. Makanya, nanti akan ada definisi2 high profile.
Begitu juga dengan E. Definisi sederhana kita adalah ‘merintis’ plus menghadapi ketidak pastian plus resiko. Ketika perusahaan sudah berjalan bagus, maka resiko menurun. Begitu juga dengan ketidak pastian dan perintisan. Dengan begitu organisasi ini sudah tidak bisa lagi disebut entrepreneural. Ini adalah organisasi manajerial.
Toko2 klontong sekitar kita, warung2, tukang2 sate, SPBU, warnet2, wartel2 dll, yang sudah mapan bukan lagi organisasi E.

Managerialship [5]
Pembuat Keputusan

--------------------------------------------------------------------------------

Sejak bangun tidur kita sudah membuat berbagai keputusan sampai kita tidur lagi. Sejak kecil kita sudah membuat keputusan sampai ajal menjemput kita. Hidup adalah serangkaian pembuatan keputusan. Anehnya, ada yang sulit membuat keputusan. Celakanya, entah kita sebagai L, M, ataupun E, pembuatan keputusan sangat penting.
Pembuatan keputusan selalu ada buntutnya : konsekwensi. Pembuat keputusan dituntut untuk mempertanggung jawabkan keputusannya. Ini yang membuat sebagian dari kita segan membuat keputusan karena konsekuensinya tidak ringan. Padahal, sebenarnya pendapat2nya bagus tetapi ia tidak berani membuat keputusan karena enggan memikul akibatnya. Banyak kasus2 orang2 yang kelabakan mencari keputusan dan ia berkonsultasi kesana kemari untuk membuat keputusan. Tetapi orang ini punya nyali untuk bertanggung jawab. Walaupun ia kesulitan, ia bisa dianggap pengambil keputusan.
Ada yang resah sebelum membuat keputusan dan baru tenang setelah keputusan dibuat. Ada yang terbalik, justru resah karena keputusan telah dibuat. Istri saya termasuk yang belakangan. Ia dengan tlaten berjalan kesana kemari memilih bahan. Ketika saya desak ia untuk segela memilih, ia segera membuat keputusan. Sesudah itu, ia kecewa dengan keputusannya. Ia kawatir, jangan2 ada yang lebih murah, lebih bagus, dll. Ia menjadi resah. Karakter M adalah resah sebelum keputusan dibuat karena ketidak jelasan dan menjadi nyaman sesudah keputusan dibuat. Karakter seperti istri saya kurang cocok di M. Sifat umum M adalah decisive. Ia cepat membuat keputusan dan kemudian melaksanakan, tidak tengok2 lagi.

Yang bagus adalah seperti yang digambarkan oleh presiden H. Truman, sosok M :
Kubuat keputusan, bum. Kukesana, kubuat keputusan, bum. Kukesitu, kubuat lagi keputusan2, bum, bum. Lagi, bum dan .... bum, bum, bum .....

Begitulah sifat M, ia cepat membuat keputusan, tegas, dan konsiten dengan keputusannya. Tidak mencla mencle. Tidak gójag gajeg. Tidak ter-mangu2 atau ber-lambat2 membuat keputusan. Tidak gampang me-rubah2 keputusannya. Gus Dur, walau keputusannya sering ngawur, termasuk decisive. Sebaliknya, SB Yudhoyono tampak kurang decisive.
Jika anda senang membuat keputusan dan merasa nyaman sesudah membuat keputusan anda potensial dijalur apapun, kususnya di M. Yang terjadi di-awal2 karir adalah kekacauan. Ada yang senang membuat keputusan serta decisive mbalah diposisi tidak membuat keputusan. Ada pula yang resah jika harus membuat keputusan mbalah nyasar ketempat harus memutusi. Jika ini yang terjadi, anda harus buka lagi trilogi Sikap Kerja, manakala FE tidak cocok.

Dalam manajemen, ada posisi2 informative, ada yang decisive. Yang informative tidak membuat keputusan – sekedar menyodorkan data. Dosen2, wartawan2 investigasi, dll termasuk kategori ini. Paling jauh menyampaikan opini, bukan keputusan. Posisi QC misalnya, membuat keputusan ini diterima atau tidak berdasar manual. Itu bukan termasuk decision making. Itu sekedar peran informative. Posisi2 informative lainnya misal TI, laboratorium, akuntansi level menengah kebawah. Mereka yang tidak suka dibebani pekerjaan membuat keputusan, seandainya bisa, mencari posisi2 informative. Jika tidak ia akan resah di-buru2 beban membuat keputusan. Bisa juga sebagai team yang menghasilkan keputusan kolektip. Opini2nya bisa menjadi sumbangan berharga.

Jika anda berada pada posisi decisive dan mengenali ada staff anda yang enggan membuat keputusan, jadikan ia ‘konsultan’ anda karena pribadi2 seperti ini terkadang opini2nya bagus. Dalam posisinya bukan sebagai penanggung jawab, beban moralnya berkurang sehingga opini2nya tanpa beban dan seringkali mbalah bagus dijadikan keputusan.
Mereka yang gemar mengatur & membuat keputusan, upayakan mendapat peran decisive. Jika tidak, kemampuan alamiah untuk gemar membuat keputusan akan terhambat perkembangannya. Karena, kita tidak hanya dituntut membuat keputusan tetapi juga keputusan2 yang bagus. Yang bagus ini bisa diperoleh selain karena kecerdasan, adalah dengan praktek dengan intensitas tinggi.

Dalam pergaulan, kata ‘suka mengatur’ konotasinya negatip. Dalam M, ini justru dihargai karena mengatur adalah membuat keputusan. Keputusan tentang siapa menerjakan apa, urut2aya bagaimana, dst, dst. Ujung2 dari sikap2 gemar membuat keputusan + mengatur + kesanggupan bertanggung jawab bisa mendorong keposisi directive yang bisa dimaknai direktur.

Penting dipahami bahwa membuat keputusan itu esensinya kesanggupan bertanggung jawab. Yang saya amati, banyak diantara peniti karir muda yang sebenarnya opini2nya cemerlang tetapi karena kurang berani, orang lain yang mendapat berkah. Untuk itu, saya sarankan untuk belajar mau memikul tanggung jawab. Semula memang mencemaskan, lama2 akan terbiasa. Jika anda gemar membuat keputusan, maka di M/E adalah sorga karena anda bisa bum, bum, bum, bak koboi menghamburkan peluru. Makin tinggi posisi makin heboh.

Tetapi jika anda terjebak pada posisi non decisive kegemaran anda bisa padam. Birokrasi2 & organisasi2 yang besar, komplex serta mapan, pada jajaran bawah sudah memiliki sistim yang mengambil alih proses pembuatan keputusan. Sudah ada SOP (standard operating procedure), aturan2, dan segala macam formalitas. Tempat ini adalah sorga bagi mereka yang enggan membuat keputusan. Yang perlu dilakukan adalah ‘sesuai prosedur’. Jika ada yang salah, ia bisa menghindari tanggung jawab dengan mengkambing hitamkan sistim. Yang penting dalam situasi seperti ini adalah do things right seperti yang kita bicarakan. Semudah inipun banyak yang gagal. Bukan karena bodoh, justru sifat telaten lebih dibutuhkan. Perbankan pada level entry adalah sistim yang ketat dimana pengambilan keputusan by sistem anonimously. Justru pada perusahaan2 menengah, peluang mendapat posisi decisive lebih baik. Akirnya, semua terpulang pada yang menjalani.
Keputusan2 punya matra2, yaitu matra waktu dan nilai. Ketika kita masih dibawah, keputusan2 kita masih berjangka pendek. Semacam to do tomorrow, sampai keputusan yang berlaku seminggu, sebulan, triwulan, dst. Makin tinggi posisi, matra waktu makin panjang. Seorang pimpro membuat keputusan seumur project itu, misal setahun. Direktur harus membuat keputusan, say 5 tahun. Nilai keputusan semula kecil, makin lama makin besar dengan naiknya jabatan. Seorang eksekutip puncak bisa membuat keputusan bernilai triliunan. Untuk memantau kemajuan karir anda, bisa anda simak matra keputusan2 anda.

Keputusan2 seringkali herupakan keputusan individual. Ada juga mutual decision, atau keputusan bersama yang dibuat lebih dari satu orang. Ini namanya membuat kesepakatan atau deal making. Keputusan kroyokan disebut collective decision. Dalam bahasa Asmuni namanya musyowaroh. Kecakapan2 membuat kesepakatan sering berujud negosiasi dan kecakapan ini penting. Tidak hanya nego dengan penjual/pembeli tetapi nego dengan atasan, bawahan, sejawat, pihak ketiga, dll. Semakin tinggi posisi semakin banyak kesepakatan2 dan musyowaroh2 yang harus dijalani. Tetapi, semua itu pondasinya membuat keputusan.

Membuat keputusan (bisa) susah. Apalagi membuat kesepakatan karena ada dua atau lebih pihak yang (bisa) berseberangan. Anda akan mengalami berbagai taktik semisal intimidasi, tekanan, provokasi, menyudutkan, persuasi, janji gombial, dls dalam mencapai kesepakatan. Kesepakatan yang baik adalah kesepakatan yang menguntungkan ke-dua2nya. Win-win solution atau dalam bahasa Jowo : podojoyonyo. Sama2 menang. Celakanya, tidak selalu seindah itu. Terkadang harus ada yang ‘kalah’. Salah satu jadi bothongo (bangkai). Terkadang, kita harus menerima kekalahan. Musysowaroh tambah2 rumitnya. Sedemikian rupa sehingga anda harus mengembangkan kecakapan interpersonal.

Umumnya E piawai dalam deal making karena memiliki sifat fleksibel. M lebih ‘kaku’ (firm). Mereka yang pandai dalam deal making hendaknya menyadari bahwa itu aset bernilai tinggi. Donald Trump, Adnan Kasogi, Kohlberg, Onasis adalah contoh2 deal maker kaliber mega. Adam Malik dulu terkenal sebagai politisi yang pandai deal making. Ucapannya yang terkenal adalah, .... itu bisa diatuuuuuur. Omong apapun dengan beliau selalu berujung .... itu bisa diatuuuur.

Semakin tinggi semakin dilematis masalah2 yang kita hadapi. Bak buah simalakama. Ini akan beruntun sehingga terkadang anda terhenyak dipuncak. Sendirian kesepian tanpa ada yang bisa membantu. Anda harus membuat keputusan2 yang pahit, yang menyayat hati, yang menggores kalbu. Dalam kegalauan dan keraguan nan mencekam.
Tetapi kawan, pemandangan diatas indah. Indah sekali, .....

M tidak pernah lepas dari pembuatan keputusan. Baudrillard menggambarkan sosok M dengan apik.
Executives are like joggers. If you stop a jogger, he goes on running on the spot. If you drag an executive away from his business, he goes on running on the spot, pawing the ground, talking business. He never stops hurtling onwards, making decisions and executing them. - Jean Baudrillard
Eksekutip adalah bak tukang joging. Jika kita hentikan dia, tetap saja ia lari2 kecil muter2 disitu. Jika kita jauhkan seorang eksekutip dari bisnis, tetap saja benaknya disitu, selalu bicara bisnis, selalu bersikeras maju, membuat keputusan, dan melaksanakannya.

The man who is denied the opportunity of taking decisions of importance begins to regard as important the decisions he is allowed to take. - C Northcote Parkinson
Seseorang yang tak mendapat kesempatan membuat keputusan2 penting mulai merasa dirinya penting, setara dengan keputusan2 yang boleh dilakukan.

Pembuatan keputusan terdiri dari 4 babak.
a. Kemauan dan kemampuan menerima tanggung jawab melalui keputusan2nya
b. Matra2 keputusan
c. Keputusan2 individu, mutual, dan musyowaroh
d. Pembuatan keputusan yang baik.
Yang terakir ini paling sukar dijabarkan.

Nothing is more difficult, and therefore more precious, than to be able to decide. Napoleon Bonaparte
Tak ada yang lebih sulit, sehingga menjadi begitu berharga, selain bisa membuat keputusan.

Banyak yang mau & mampu bertanggung jawab atas keputusannya tetapi keputusannya salah2 melulu. Membuat keputusan yang tepat gampang2 susah.

Metode Kuantitatif
M memiliki kecenderungan mengukur, makanya mendapatkan metafor ‘managers measures the waves’. Dalam membuat keputusan mereka bersandar pada analisa dan data yang serba terukur. Metode2 pembuatan keputusan tak terbilang banyaknya. Ada statistik, analisa regresi, interpolasi, extrapolasi, decision tree, analisa kwadran, survai, riset, operation research, time & motion studies, ergonomi, analisa keuangan, rasio2 keuangan, quantity surveying, dll. Buanyak, dari yang canggih menggunakan komputer sak hoh-hah sampai yang ‘kiro2’. M bersifat kuantitatip, cenderung menyatakan segala sesuatunya dengan angka. Sebagai M anda tak diharapkan berkata ‘banyak’, ‘cepat’, ‘berat’, dll. Itu besaran2 tentative yang tak punya matra.

Anda harus spesifik. Metode itu adalah metode favorit. M menggunakan logika, akal, dan penalaran sebagai piranti utama. Cara ini mbalah bukan batu sandungan. Saya yaqin warga milis2 ini kalau diajari akan bisa tanpa kesulitan melakukan. Juga hasil kuliah melatih kita bagaimana mengumpulkan data, menyimpulkan, dll. Yang bikin sulit kalau data2nya banyak dan kait mengait.

Akal Sehat
Ada yang data2nya tak lengkap, nggrambyang, ataupun sulit dikwantifikasi. Kalau sudah begini, apa prantinya ? Ada tiga : pengalaman, bakat, dan common sense atau akal sehat. Seorang yang tinggi pengalamannya tanpa itungan njlimet bisa memutuskan dengan tepat harga suatu barang. Akal sehat dipakai pada kasus2 yang belum pernah dialami atau peniti karir yang masih miskin pengalaman. Termasuk dalam metode ini adalah kebiasaan2, konvensi2, dan sejenisnya yang dipakai sebagai sandaran membuat keputusan. Juga, nyontek. Meniru yang lain, yang pernah dilakukan, dll.

A decision is the action an executive must take when he has information so incomplete that the answer does not suggest itself. - Arthur William Radford

Membaca Situasi
Dalam pembuatan keputusan kadang2 data2 kita peroleh dengan ‘membaca situasi’. Misal kita sedang nego, kita bisa baca mimik lawan bicara, nada bicara, body language, suasana tegang / santai, dll. Atmosfir konfrontatip / koopertatip. Suasana kompetisi, tekanan jadwal, dst, dst. Suasana politik, ekonomi, dll. Suasana kantor, karyawan2, dll. Jika membaca situasi saja sudah keliru, keputusan kita jadi tidak tepat.

Never make a permanent decision based on a temporary storm. No matter how raging the billows are today, remind yourself: This too shall pass! - D. Jakes, Clergyman


Jangan pernah membuat keputusan permanen ketika sedang terjadi kekalutan yang sifatnya sementara. Tidak menjadi soal bagaimana dasyatnya angin puyuh ketika itu, ingatlah : badai pasti berlalu.

Naluri
Terkadang kita tidak berada dilokasi untuk membaca situasi. Kita terpaksa menggunakan akal sehat atau naluri. Naluri akan kita bicarakan dalam bab otak kanan / kiri. Senjata pemungkas adalah naluri. Sebab, tidak membuat keputusanpun sudah membuat keputusan, yaitu tidak membuat keputusan. Dengan mempertimbangkan konsekuensinya.

Intuition is the immediate knowing of something without the conscious use of reasoning.
Intuisi adalah pengetahuan yang mendadak kita miliki (untuk membuat keputusan) tanpa menggunakan penalar dalam alam kesadaran. Artikel tentang intuisi bisa diunduh di www.geocities.com/kibroto.

Keputusan2 buruk
Sebelum kita membuat keputusan, kita melalui tahap ‘judgment’ yg bisa kita terjemahkan sebagai ‘menilai’ sehingga timbulah berbagai jugment2 semisal habitual judgment, reflextive judgment, intuitive judgment, subjective, objective, dll, sampai ke managerial & entrepreneural judgment. Ada yang judgmentnya tajam dan menghasilkan keputusan yang tepat, ada yang tumpul. Yang harus kita hindari adalah emotional judgment, sentiment pribadi, subyektifitas, dan sejenis itu. Ini batu2 sandungan yang bahkan masih dilakukan M senior.

When you approach a problem, strip yourself of preconceived opinions and prejudice, assemble and learn the facts of the situation, make the decision which seems to you to be the most honest, and then stick to it. - Chester Bowles
Ketika menghadapi masalah, lepaskan dirimu dari muantan pra-keyakinan dan beban prasangka; susun dan pelajari fakta2 dari situasinya, buatlah keputusan yang menurutmu paling jujur, kemudian bertahanlah dengan itu.

Never make a negative decision in the low time. Never make your most important decisions when you are in your worst mood. Wait. Be patient. The storm will pass. The spring will come. - Robert H. Schuller
Jangan pernah membuat keputusan ketika sedang teruk. Jangan pernah membuat keputusan ketika mood kita sedang buruk. Tunggu. Sabarlah. Badai pasti berlalu. Habis gelap terbitlah terang.

Kecepatan memutuskan
Jika tidak dalam tekanan jadwal, sebaiknya keputusan tidak ter-gesa2 dijatuhkan. Sebab jika kita keliru-koreksi-keliru-koreksi akan membuat suasana pontang panting. Mereka yang introvert boleh bergembira karena keputusan2 mereka lebih matang karena mereka lebih introspektif dalam memutuskan.

Gójag gajeg, ragu2, ter-mangu2, indecissivenes, undecided
Vacillating people seldom succeed. Successful men and women are very careful in reaching their decisions, and very persistent and determined in action thereafter. L. G. Elliott
Orang yang selalu gójag gajeg jarang sukses. Orang2 yang sukses adalah mereka yang dengan saksama mencapai keputusan, dan sangat telaten serta keras hati melaksanakan.

Standing in the middle of the road is very dangerous; you get knocked down by the traffic from both sides. Margaret Thatcher

Berdiri ditengah (dalam keraguan) adalah berbahaya; anda bisa ketabrak dari kiri kanan.

Distribusi keputusan
Kesalahan2 umum, memutuskan sendiri se-gala2nya sampai sak kecil2nya. Kita harus mendelegasikan sebagian keputusan. Jika tidak, kita akan terjebak pada keputusan2 yang tidak penting serta menelantarkan yang penting. Ini kita bicarakan lagi dalam leadership.
HM Suharto : Saya tidak membuat semua keputusan. Bisa mati ngadheg (berdiri) ......

Merubah keputusan
Sifat kas karakter M kuat adalah, bum ... membuat keputusan tegas dan melaksanakan tanpa toleh2 lagi. Ini sudah modal kuat tetapi masih harus di-wanti2 agar tidak menjadi keras kepala nguotot tidak mau merubah keputusan. Sampai derajat2 tertentu kita harus punya kemauan untuk merubah keputusan bila ternyata kurang tepat.
Sesi tentang keputusan panjang karena esensinya LME adalah pembuat keputusan. Kita harus tahu se-jelas mungkin mekanisme, sifat2, varian2 keputusan. Pengambilan keputusan begitu pentingnya sehingga karakter kita terbentuk dari keputusan2 yang kita ambil.

Our behaviour is a function of our decisions, not our conditions. - Stephen R. Covey


Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan2 yg kita ambil, bukan karena kondisi. Banyak dari kita yang keliru (terlalu) menyalahkan faktor external dan kurang menyadari bahwa kita jadi begini tak lain karena keputusan2 yang kita ambil.

We make our decisions, and then our decisions turn around and make us. - R. W. Boreham
Kita membuat keputusan2, dan kemudian keputusan kita berbalik membentuk kita.

Character is the total of thousands of small daily strivings to live up to the best that is in us. Character is the final decision to reject whatever is demeaning to oneself or to others and with confidence and honesty to choose the right. - Arthur G. Trudeau
Karakter adalah jumlah total ribuan upaya2 untuk mendapatkan yang terbaik dalam kehidupan. Karakter adalah keputusan2 final untuk menolak apapun yang memperlemah diri kita dan dengan penuh kepercayaan diri mengambil yang benar.

Your life changes the moment you make a new, congruent, and committed decision. - Anthony Robbins
Kehidupanmu berubah pada saat kau buat keputusan yang baru, dengan mantap dan penuh komitment. Yang penting adalah membuat keputusan dengan MANTAP, tegas, penuh keyakinan dan penuh KOMITMENT.

It is the characteristic excellence of the strong man that he can bring momentous issues to the fore and make a decision about them. The weak are always forced to decide between alternatives they have not chosen themselves. - Dietrich Bonhoeffer
Karakteristik kehebatan seorang yang kuat adalah karena ia bisa mengedepankan permasalahan dan membuat keputusan. Orang2 yang lemah senantiasa dalam keterpaksaan berada dalam pilihan2 yang belum diambilnya.

Inilah prinsip2 dasar pembuatan keputusan. Pertama adalah mengedepankan permasalahan dengan baik dan benar dan kemudian kita mengambil kepususan yang mantap. Banyak peniti karir yang kurang sukses karena ketidakmampuannya mengedepankan masalah dan senantiasa terjebak pilihan2 yang bukan dikehendaki. Sudah itu, ia hanyut dalam keraguan.

It doesn't matter which side of the fence you get off on sometimes. What matters most is getting off. You cannot make progress without making decisions. - Jim Rohn
Tidak penting kau berada disisi mana dan terkadang menyeberang. Yang penting adalah ketika kau menyeberang. Kau tak bisa maju tanpa membuat keputusan.

Nasihat ini penting ketika kita mendua. Ketika kita harus memutuskan sesuatu yang sulit, semisal pindah pekerjaan. Jika kita memutuskan untuk tidak pindah, lakukan dengan mantap. Jangan lagi mengeluh ini itu. Terima konsekuensinya dengan lapang. Jika kita memutuskan pindah, .... bum ! Jangan toleh2 lagi. Yang tegas, yang mantap, yang penuh komitment. Jika kita masih thingak thinguk, kita jadi ber-putar2 dan terjebak dalam keraguan.

Once you make a decision, the universe conspires to make it happen. Ralph Waldo Emerson
Seketika kau membuat keputusan, jagat raya bersekongkol mewujudkan keputusanmu.
Ini tampaknya mistis tetapi itulah yang terjadi.

If we think of defeat, that's what we'll get.
If we are undecided then nothing will happen for us.
We must just pick something GREAT to do, and then DO it.
Never think of failure at all, for as we think now, that's what we'll get
Maharishi Mahesh Yogi

Jika kita berfikir tentang kalah, itulah yang kita dapat
Jika kita tidak memutuskan, kita tidak mendapatkan apapun
Kita harus memungut sesuatu yang besar untuk dikerjakan, dan kemudian kerjakanlah
Jangan pernah berpikir gagal, sebab jika kita berpikir itu, itulah yang kita dapat
Apa yang dikatakan sang Maharesi banyak benarnya. Banyak peniti2 karir yang bersikap negatip. Itulah yang akan mereka dapat.


Managerialship [6] : Head or Heart ?

--------------------------------------------------------------------------------


An executive is a person who always decides; sometimes he decides correctly, but he always decides. John H. Patterson
Seorang M adalah seseorang yg memutuskan; terkadang memutuskan dengan benar, akan tetapi ia selalu memutuskan.

Kita membuat keputusan terkadang menuruti emosi terkadang melalui pemikiran, bisa Heart, bisa Head. Ketika kita sedang marah2, keputusan kita dipengaruhi emosi. Ketika kita main catur, praktis emosi sedikit pengaruhnya. Mereka yg bertindak dan mengambil keputusan lewat hatinya kita sebut type-F (feeling) dan yang sebaliknya type-T (thingking). Umumnya manusia menggunakan ke-dua2nya tetapi lebih sering menggunakan salah satunya. Ini hanyalah masalah kenyamanan, mau pakai Head or Heart. Type T/F menjadi semacam ‘kodrat’ yang sulit dirobah. Ibarat tinggi badan, ada yang tinggi ada yang pendek. Ada orang2 yang peka perasaannya ada pula yang lebih peka pikirannya.
Antara keduanya tidak ada yang lebih baik dari yang lainnya. Masing2 punya kelebihan dan kekurangan dan ke-dua2nya dibutihkan. Wanita umumnya type F, lebih banyak menggunakan perasaannya. Dalam sebuah penelitian, F jarang sekali sampai ke M puncak. Ini menjelaskan mengapa eksekutip puncak didominasi pria. Walau pernyataan dibawah ini tidak selalu benar, umumnya dalam manajemen.

Never let your heart rules your head. Jangan biarkan penalarmu dituntun hatimu.

Untuk sementara, rumus ini kita pegang dulu. Nanti kita bicarakan bahwa ada situasi2 kita berlakukan kebalikannya, let your heart rule your step. Jangan sampai rancu, modus operandi siap-tembak-bidik bukanlah dituntun ‘feeling’ tetapi kombinasi thinking + sensing + intuisi. Ini kita bicarakan belakangan.

Yang dimaksud dengan type-F adalah mereka yang peka perasaannya. Mudah terbangkitkan oleh emosi2, baik yang positip maupun negatip. Yang positip misalnya romantis, cakap berbela rasa (empaty), tidak suka menyakiti perasaan orang lain, dsb. Yang negatip semisal kurang tahan kritik, berwatak subyektip, sering tidak logis, lebih berorientasi kepada manusia (people oriented) dan bukan tugas (task oriented). Mereka condong merekrut/phk, pilih mitra, langganan, dll yang mereka sukai, bukan yang dipoerlukan. Mereka bersandar kepada nilai2 (agama, budaya, dll) dan menyukai harmoni. Kelemahan2 ini menjadi batu sandungan yang cukup fatal dalam menapak karir di M. M menuntut logika, obyektivitas, orientasi kepada tugas, dll. Sifat2 konstruktif yang dimiliki T.
Pendidikan membuat T berkembang sehingga F belajar bersikap obyektip, logis, dll. Akan tetapi, ini akan menjadi konflik : head or heart.

It is very hard to get your heart and head together in life. In my case, they are not even friendly. Woody Allen.
Sulit sekali menyerasikan hati dan pikiran dalam kehidupan ini. Pada kasusku, mereka mbalah tak bersahabat. Dalam Business dan Manajemen sering kita dipojokkan : Are you gonna follow your heart or to decide what is necessary to be done.

Type F yang pekat akan lebih banyak dirundung konflik batin karena, bagi mereka, dunia M adalah dunia yang atos (keras) sehingga terkadang mereka menyebut T sebagai endasé atos (hard head). Karena sering terjebak dalam konflik batin, si berhati lembut (tender hearted) sering diliputi keraguan sehingga menjadi indecisive, sulit membuat keputusan. Padahal M menuntut sikap yang tegas & lugas. F sering dipoyoki (dikritik) lembek atau cengeng. Sebelum kita melangkah lebih jauh, kita luangkan sejenak bagi F.

Jika F-nya pekat, M bukan habitat yang tepat. Mereka akan dirundung keresahan. Seandainya bisa, lebih bijak mencari posisi2 informatip dimana mereka tidak harus (sering) membuat keputusan. Posisi2 sebagai guru, dosen, laboratorium, dll. Pilihan kedua adalah pekerjaan2 yang berorientasi kepada manusia semisal menjadi pembimbing, perawat, penasehat perkawinan, pelayanan2 sosial, dll.
Bagaimana jika seorang F kesasar pada posisi M yang keras ?
Mudah memahami bahwa T lebih diperlukan dalam M. Kita hanya perlu tahu rincian yang dimaksud T itu apa. Kedua, mayoritas dari kita merupakan kombinasi F & T sehingga kita harus mewaspadai sikap2 F yang tak bisa diterapkan dalam M. Berikut inventarisnya :

Subyektivitas vs Obyektivitas.
Objektip berarti impersonal. Kita tidak boleh memasukkan unsur pribadi didalamnya. Misalkan karena tidak suka Islam lantas melarang Jilbab atau sebaliknya. Seorang yang obyektip tahan kritik karena kritik2 yang ditujukan kepada pekerjaan adalah nothin personal. Seorang yang subyektif mudah terluka, marah atau tersinggung jika dikritik. Hendaknya dikembangkan sikap tahan kritik, kalau perlu ndhableg (bandel). Kritik2 sering membuat orang jadi emosional dan akibatnya keputusan menjadi tidak lagi obyektip. Dalam berargumentasi, seorang T bersandar pada logika dan analisa dan itu yang dibutuhkan M. Jangan sampai memakai emosi.
Selera pribadi dalam bisnis jangan sampai subyektip. Biarkan konsumen yang menentukan. Terkadang kita tidak suka secara pribadi pada produk itu tetapi kalau konsumen suka, apa boleh buat.

Berada di M eselon atas berarti harus berhubungan dengan orang2 yang secara pribadi tidak kita sukai. Mau tidak mau, suka atau tidak, kita harus belajar untuk bekerjasama bahkan dengan orang yang kita benci. Ini sulit dilakukan bagi mereka yang subyektip. Pada derajat2 tertentu kita harus menjaga jarak karena potensi kita harus menjatuhkan keputusan yang tidak nyaman sangat besar. Karena terlalu dekat dengan seseorang atau sekelompok, keputusan kita jadi terdistorsi. Pahamilah bahwa jika diatas kita harus membuat keputusan2 yang menyakitkan orang lain. Entah itu phk, menunda pangkat, tidak membagikan bonus, thr, dll.

Pun dalam kemitraan kita perhatikan bahwa kebanyakan E muda cenderung memilih konco2nya yang disukai. Bisnis tidak berdasarkan itu. Bisnis adalah kepentingan bersama akan satu tujuan, semisal cari laba. Bisnis yang berplatform perkoncoan rawan rancu. Karena menjaga perkawanan, keputusan2 menjadi tidak business like. Kemitraan sangat rawan retak. Kemitraan berdasarkan perkoncoan bisa berhasil jika dua2nya punya sifat obyektip. Jika salah satu subyektip, payah.

Modus lain adalah bisnis kroyokan atau grudugan. Bisa sampai setengah losin. Makin banyak anggauta makin ruwet. Minimalkan mitra. Jika bisa dua orang saja. Tiga orang sudah mulai tersendat. Kemitraan mbalah jalan baik jika ada yang dominan.

Keadilan vs Kemanusiaan.
Ini konflik klasik dimanapun kita. Di bisnis, masyarakat, dll. Sikap adil lebih dihargai dalam M. Kadang kita tak sampai hati melakukan phk karena pertimbangan kemanusiaan. Akan tetapi sikap ini jadi tidak adil karena jika tidak phk, yang lain2 memikul resiko phk karena perusahaan terlalu sarat beban. Keadilan itu matanya picek (buta). Ia tidak me-milih2, yang salah harus diberi sangsi yang berprestasi harus dihargai. Walau yang kena sangsi orang2 yang kita sukai dan yang seharusnya mendapat penghargaan adalah orang2 yang justru kita tidak sukai. Ingat, keadilan itu picek.

Aturan2 vs Kebijaksanaan
Mirip diatas kadang kita terjebak pada pilihan mengikuti aturan atau melakukan tindakan2 yang berdasar ‘kebijaksanaan’. Yang kita maksud ‘kebijaksanaan’ disini adalah euphemisme untuk menghaluskan kata atau kedok ‘menyimpang dari aturan’. M seharusnya taat kebijaksanaan dan jangan sedikit2 melakukan ‘kebijaksanaan’.

Prinsip2 vs Nilai2
Prinsip2 M umumnya bebas dari nilai2 semacam nilai budaya, agama, dll. Kebanyakan dari kita sulit membebaskan diri dari nilai2 yang dikandungnya. Bisnis, Management, Profesionalisme hendaknya tidak mem-bawa2 agama dan semacamnya.
Alangkah baiknya jika kita memiliki sahabat yang berkebalikan. Mereka yang F akan mendapatkan masukan2 dari T dan sebaliknya. Keputusan2 yang terlalu T menyebabkan kurang manusiawi, menjadi keputusan yang terlalu atos. Sebelum menjatuhkan, dengar dulu opini sahabat yang F, yang tidak terlibat, sehingga keputusan kita lebih bijak.

In business, never let your heart rules your head.

Tetapi, dalam kehidupan pribadi, sering kita berlaku sebaliknya : follow your heart.


Managerialship [7] : Resiko

--------------------------------------------------------------------------------

Kita masih berada pada bab membuat keputusan karena esensinya LME adalah pembuat keputusan. Job deskriptionnya itu. Kita ulang sejenak supaya nyambung. Ada orang yang mampu membuat keputusan dan mau bertanggung jawab. Untuk mampu membuat keputusan kita harus menggunakan kepala, bukan hati. Sulit sekali seorang F menjadi M. Contohnya Bung Karno yang F, ia M yang payah. Mengapa orang takut / segan membuat keputusan ? R e s i k o ! Setiap keputusan, betapapun kecilnya senantiasa mengandung resiko. Keengganan orang menghadapi resiko sangat manusiawi. Semua orang ingin selamat dan tidak terancam resiko.

Abraham Maslow menjelaskan bahwa manusia terdorong oleh motivasi2 :
Kebutuhan fisiologis : makan, tidur, birahi, dll
Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan untuk dicintai dan mencintai. HAPPY VALENTINE DAY !
Kebutuhan untuk mewujudkan dirinya.

Kebutuhan akan rasa aman bukan sebatas fisik misal takut kesetrum listrik tetapi juga rasa aman finansial, masa depan, gangguan2 huruhara, dan segala macam ancaman. Resiko adalah sebentuk ancaman yang mengusik kebutuhan akan rasa aman. Berikut contoh kasus
“Pak, ini proposal tender sudah selesai”
“Lho, kok harganya muahal bianget ?”
“Tetapi hitungan saya aman, pak. Kita tak bakalan rugi”
“Sék, sék, sék ……. Apa sih jabatanmu ?”
“Quantity Surveyor (QS), menghitung harga pokok tender”
“Kok cari aman ?”
“Takut rugi, pak. Habis, apa sih tugas saya ?”
“Memenangkan tender ! Bukan cari aman”

Begitu besarnya kebutuhan mendapatkan rasa aman sehingga si QS menyimpang dari tujuan. Tugasnya memenangkan tender sak banyak2nya. Kok mbalah cari aman ? Kalau sekedar cari aman, ndak usah dihitung njlimet. Cukup awur2an dan harganya di-gede2in habis perkara ! Kalau harganya kegedean, bigimana kita mau menang tender ? Kalau tender kalah2 melulu dari mana gaji diperoleh ?

A ship in port is safe, but that is not what ships are built for. Benazir Bhutto
Kapal dipelabuhan pasti aman, tetapi kapal dibuat bukan untuk itu.

Begitulah, banyak dari kita yang mencari pekerjaan dengan motivasi gölèk slamet (cari rasa aman). Ini manusiawi tetapi hendaknya kita meluruskan kesalah kaprahan ini. Seyogyanya kita bekerja bukan (sekadar) karena mencari aman tetapi untuk tujuan2 yang lebih baik dan benar, Ada 4 kategori sikap2 manusia terhadap resiko.
Penghindar resiko (risk aversive)
Pengurang resiko (risk minimalis)
Penyangga resiko (risk taker)
Penantang resiko (risk chalenger)

M berada pada kategori 1-2-3, E pada 2-3. Orang yang berada pada kategori-4 bukan E. Kategori-4 adalah untuk penjudi, petaruh, gambler, spekulator yang benar2 untung2an. Ini tidak kita bicarakan. Ngabis2in pulsa.
Untuk memahami resiko kita harus mengenal dulu kata2 ‘takut’, nyali, berani, bondo wani (berbekal berani), dll. Rasa takut bisa positip karena ini bisa menghindarkan petaka. Hanya, rasa takut yang belebihan dampaknya merugikan.

Courage is not the absence of fear, but rather the judgment that something else is more important than fear. Ambrose Redmoon
Keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, tetapi penilaian bahwa ADA YANG LEBIH PENTING dari rasa takut itu.

QS itu manusiawi jika ia takut salah hitung dan menimbulkan kerugian. Tetapi ia keliru, bahwa ada yang lebih penting dari rasa takutnya. Apa itu ? Menang tender ! Ini jauh lebih penting dari rasa takut itu.

Courage is the mastery of fear, not the absence of fear. Mark Twain
Keberanian adalah mengalahkan rasa takut, bukan ketiadaan rasa takut. Pahamilah bahwa rasa takut itu manusiawi dan sehat tetapi jangan sampai kita terjebak. Gölèk Slamet adalah manusiawi tetapi jangan sampai kita (se-mata2) termotivasi itu. Ada yang jauh lebih bernilai dari sekadar gölèk slamet.

If you wish to travel far and fast, travel light. Take off all your envies, jealousies, unforgiveness, selfishness, and fears. Glenn Clark
Jika kita hendak melakukan perjalanan yang jauh dan cepat, berjalanlah tanpa terlalu banyak beban. Buang jauh2 beban2 tak berguna semacam rasa iri, ketidak mampuan memaafkan, sikap mementingkan diri, dan rasa takut.

Sifat menghindari resiko tidak senantiasa bermakna negatip. Umumnya M bersifat demikian. Semakin tinggi posisi M, makin banyak dan besar resiko2 yang harus dihadapi. Sedemikian rupa sehingga sikapnya terhadap resiko bergeser dari semula menghindari resiko menjadi risk minimalis. M measures the wave, kesana kemari ia membawa meteran. Segala sesuatu mau diukur, termasuk resiko.

Sikap yang demikian melahirkan mekanisme2 pengendalian resiko, terkadang disebut risk managemen. Bentuk2 mekanisme itu misalkan agunan, asuransi, lc (letter of credit), warranty atau jaminan, kontrak2, akta2 notaris, perjanjian kerja, purchase order, dll. Metode outsourcing seperti yang diketengahkan bung Hendy juga salah satu cara meminimalkan resiko. Ini bisa berujut kemitraan, subcontracting, leasing, punya pemasok, dsb. Pengurangan resiko bisa berupa perangkat2 fisik seperti pppk, pemadam kebakaran, pelampung dipesawat, safety procedure, dll, sampai satpam2 yang mbukaki mobil2 kita menggeledah kalau2 kita bawa bom. Semua ini mengarah pada pengendalian keamanan.

Bahkan, bursa saham ikut2an. Apa sebenarnya yang dijual di bursa saham ? Saham ? Bukan. Uang ? Bukan. Jual beli sekuritas ? Bukan. Apa ? Resiko ! Itu pasar yang memperdagangkan resiko. Namanya jual beli sekuritas tetapi sebenarnya jual beli resiko. Ini hanya ulah para pemasar yang menggunakan euphemisme untuk melunakkan kata. Pelacur dulu dinamakan wts, sekarang psk. Bayangkan, jika bursa saham diganti namanya menjadi ‘bursa resiko’. Kata resiko sudah ‘menakutkan’, padahal bursa saham esensinya jual beli resiko.

Sifat M adalah tidak menyukai resiko dan sifat ini dinilai konstruktip positip dalam organisasi2. Sebagai M anda tak selayaknya berspekulasi dan tugas anda jelas, meminimalkan resiko jika menghindari tak dimungkinkan, E mendapat manfaat dengan sikap M yang tidak menyukai resiko. Ibarat rem, M menghambat semangat E yang kurang cermat mengukur resiko. Tanpa M, E murni terus2an dirundung potensi petaka. Jika anda punya sikap tidak suka terhadap resiko secara konstruktip, maka M adalah papan yang pas untuk anda. You are paid for it : mengendalikan resiko, meminimalkan atau menghindari jika itu bisa.
Semakin tinggi posisi M makin mirip ia dengan E dan pada satu saat iapun mau tidak mau harus ikut menyangga resiko. Situasi ini juga terkadang berkebalikan, makin mampu seseorang menghadapi resiko, yaitu menghindari-mengurangi-menyangga resiko, makin besar peluang untuk merayap keatas.

Fate loves the fearless. James Russell Lowell
Nasib menyukai orang2 yang tidak (mudah) takut.

Often the difference between a successful man and a failure is not one's better abilities or ideas, but the courage that one has to bet on his ideas, to take a calculated risk and to act. Dr. Maxwell Maltz
Seringkali perbedaan antara seorang yang sukses dengan yang gagal bukanlah terletak kepada kelebihan kemampuan atau gagasan2 tetapi keberanian seseorang untuk mempertaruhkan gagasannya, mengambil resiko yang terkendali dan bertindak.

Keberanian adalah sikap yang kita butuhkan, apakah itu merintis karir sebagai M ataukah sebagai E. Yang lebih penting lagi adalah kecakapan kita mengukur dan mengendalikan resiko. Sejak dini saya akan persiapkan anda semua untuk menghadapi resiko. Jika resiko itu kita tingkatkan sedikit demi sedikit lama2 kita akan terbiasa menghadapi resiko dan pada waktunya kita tak lagi gentar berduel dengan resiko.
Saya tidak menyarankan nekat, walau kadang itu harus kita lakukan dalam keterpaksaan. Nekat hanyalah untuk keadaan yang amat sangat terpaksa bagi mereka2 yang dirundung putus asa dan keterpaksaan. Jika anda tidak berada dalam posisi itu, mengapa harus nekat ? Nekat adalah spekulatip, mengapa kita tidak mengukur dan mengendalikan resiko ?

Twenty years from now you will be more disappointed by the things you didn't do than by the ones you did do. So throw off the bowlines. Sail away from the safe harbour. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover. Mark Twain
Duapuluh tahun yang akan datang kau akan kecewa tidak melakukan hal2

Suatu hari, belasan tahun yang lalu saya check in kesebuah hotel bersama Frank. Ketika hendak masuk kamar saya heran, Frank tidak langsung masuk kamar tetapi menyusuri gang hotel. Frank, what the heck are you doin ? Ia mencari escape door (pintu darurat) bila terjadi kebakaran. Sejak saat itu, saya menemukan sebuah modus operandi yang bagus untuk menghadapi hidup. The escape dors !
Dalam hal apapun saya senantiasa mencari escape dor, bila ada hal2 buruk terjadi, kita sudah siap dan tahu bagaimana menyelamatkan diri. Dalam bahasa Indonesia : sedia payung sebelum hujan. Dalam bahasa lain : prepare the worst case scenario. Expect the unexpected. Dalam bahasa M, if plan-A fails, do plan-B. Juga dikenal dengan contingency planning.

Dalam segala hal kita senantiasa menggunakan tiga skenario : skenario terbaik, skenario yang paling mungkin, dan skenario terburuk. Kita mempersiapkan skenario terburuk, menargetkan skenario yang paling mungkin, dan melakukan seolah skenario terbaik yang akan terjadi. Ketika saya melintas dari M-E, saya meninggalkan kemapanan. Mobil BMW, poya2 ke euro tiap tahun, gaji yang berlimpah, dan semua fasilitas eksekutip. Tetapi saya tidak cukup KONYOL tanpa the worst case scenario. Dlam situasi terburuk saya dan keluarga akan baik2 saja karena saya memiliki golden parachute. Jika skenario worst case terjadi, saya bisa dengan tenang ndalang sambil singsot2. Binggo ….. yang saya peroleh adalah the best case.

Salah satu cara mengatasi rasa takut adalah memakai perisai untuk melindungi diri. Bung Komo memakai modus operandi ini dan menamakan dirinya ‘jamangah parasutiyah’. Ia konservatip dan penuh ke-hati2an serta perhitungan. Tetapi ia juga bukan type gs (gölèk slamet). Bukan begitu, bung Komo ?

Itulah modus operandi yang saya sangat sarankan :
Jika bisa, hindari resiko
Jika itu sulit, hadapilah dan jinakkan, mandulkan, serta minimalkan resiko.
Dalam keadaan tertentu, kita harus duel. Lakukan itu, but do it intellegently. Dengan escape door, dengan parachute emas, sedia payung sebelum hujan, contengency planning, analisa worst case scenario, dll, dll.

Ini adalah jalan moderat antara gs yang sama sekali tidak punya keberanian dengan nekat yang konyol. Kita mau dan siap duel dengan resiko dan kita melakukannya dengan cara kita : cara cendekia. Work hard is good but work smart is better. Taking risk too dangerously is konyol, we take the risks intellegently & elegantly.

Ada dua tayangan TV yang layak simak yaitu Fear Factor di Transtivi dan Worst Case Scenario di Lativi. Kita simak peraga2 mengatasi rasa takut. Apa yang mereka rasa takut sering tidak menakutkan bagi kita. Misalnya dikerumuni laba2, saya sama sekali tidak takut. Makan kecoa bukanlah menakutkan tetapi menjijikkan. Kecoa hanyalah protein, sama sekali tidak berbahaya bagi kita. Juga cacing & ulat. Tetapi berendam dalam air beku mungkin soal kecil bagi sementara orang tetapi itu menakutkan saya. Saya tidak tahan kedinginan.
Itulah yang kita hadapi dalam kehidupan, kadang2 apa yang kita bayangkan menakutkan ternyata tidak begitu buruk. Yang kita hadapi bukan takut itu, tetapi ‘rasa’ takut.

When you face your fear, most of the time you will discover that it was not really such a big threat after all. Les Brown
Ketika kita hadapi rasa takut, seringkali ternyata itu bukan benar2 ancaman serius.

You gain strength, courage, and confidence by every experience in which you really stop to look fear in the face. Eleanor Roosevelt
Kau tingkatkan kekuatan, keberanian dan pédé pada setiap pengalaman manakalau kau benar2 berhenti dirundung rasa takut.

Many of our fears are tissuepaper thin, and a single courageous step would carry us through them. Brendan Francis Behan
Banyak rasa takut kita bak kelambu kertas tisu yang hanya dengan sekali hentakan keberanian, bisa kita tembus.

Sebagai penutup topik resiko, pahamilah bahwa keberanian adalah sikap utama yang dibutuhkan dalam berkarir. Kita harus meningkatkan itu. Sikit demi sikitpun boleh, no prablem. Pada saatnya kita akan membuat keputusan2 yang ‘berani’. Tetapi, jangan lupa untuk melakukan itu dengan cendekia.

Tidak ada komentar: