Senin, 31 Mei 2010

Badanmu boleh sakit Nak, tapi perasaanmu jangan Sakit

Assalamualaikum ww,

Mas Firdaus, saat saya menulis ini saya baru sadar sebuah pesan orang tua saya ketika saya mulai merantau setelah tamat SD. Ayah saya berpesan "kalau kamu nanti sakit Nak, jangan sampai perasaanmu ikut sakit". Pada saat itu saya benar2 memegang nasehat itu dan saya amalkan setiap saya sakit. Sekarang saya baru sadar mas, terhadap riwayat kesehatan saya dari waktu ke waktu.

Pada masa-masa SD saya adalah anak yang penyakitan, mudah terserang demam, maag, dua kali saya diopname karena tifus, pernah koma, pernah malaria, langganan asma dan seingat saya pernah sakit paru-paru (bronkhitis). Ketika saya memasuki masa SMP (saat mulai merantau) hingga masa SMA, saya jadi jarang sakit keras, bahkan sakit maag saya Alhamdulillah bisa dikatakan hilang, karena sekarang walaupun terlambat makan atau bahkan tidak makan sekalipun Alhamdulillah saya tidak merasakan maag.

Penyakit asma saya Alhamdulillah tidak kambuh selama kurang lebih enam tahun, Saya kadang beranggapan bahwa penyakit-penyakit saya hilang karena aktivitas hidup merantau yang jauh dari orang tua dan jauh dari hidup "manja".

Sekarang saya baru sadar bahwa semua itu adalah refleksi dari cara saya mempertahankan perasaan agar selalu positif dalam keadaan sakit atau dengan kata lain saya tidak membiarkan penyakit menyedot perhatian saya.

"Keajaiban" di atas belum berhenti. Alhamdulillah tiga kali check-up dalam 3 tahun (2004, 2005, 2006), indikator2 kesehatan saya dalam toleransi normal alias dinyatakan sehat.

Subhanallah, Alhamdulillah...

Terima kasih Allah, terima kasih ayah, terima kasih ibu, terima kasih Katahati Institute.
Jazakumullah khairan katsira'.

Wassalam,
Muhammad Idham

Tidak ada komentar: